Menurut Mustafa
Ahmad, yang dimaksud dengan adat di Aceh adalah aturan hidup. Aturan yang
mengatur kehidupan rakyat, yang diciptakanoleh para cerdik dan pandai Aceh
bersama Putoe Meureuhom/Sultan Aceh. Aturan hidup ini mengikat seluruh rakyat
Aceh tanpa kecuali. Dan bagi siapa saja yang melanggarnya, akan mendapat
sanksi. Kalau sekarang, aturan hidup ini dikenal dengan istilah Hukum Adat.
Syukuran Membangun
Rumah
|
Nah,
dengan kata lain adat dalam masyarakat Aceh merupakan aturan hidup yang lahir
dari proses kesepakatan antara kaum cendikiawan dan aparat penguasa yang
disebut dengan Putoe Meureuhom. Dan aturan itu mencakup berbagai aspek
kehidupan seperti yang berhubungan dengan tatakrama pergaulan (contoh : Batasan
pergaulan antara lelaki dan perempuan), sopan santun (contoh : etika berjalan
di hadapan orang yang lebih tua), aturan-aturan yang berkaitan dengan
pertanian, aturan kelautan dan kehutanan.
Akan
tetapi, adat juga tidak terlepas dengan kebiasaan-kebiasaan lainnya seperti reusam. Antara
adat dan reusam tidak bertentangan dan berjalan seirama sesuai dengan syariat.
Di Aceh, kita bisa menemukan upacara-upacara adat seperti upacara perkawinan,
acara penyambutan pembesar, acara kenduri Maulid, tatacara turun sawah dan juga
permainan rakyat. Upacara adat tersebut dalam Bahasa Acehnya yang berlaku
dalam masyarakat Aceh itu sendiri disebut dengan reusam.
Dalam
Hadih Maja dijelaskan lebih lanjut :
Adat
Bak Putoe Meureuhom
; Adat adalah urusan Sultan (ada pada sultan). Hukom bak syiah Kuala (
hukum islam ada pada Ulama), Qanun bak putroe Phang (Qanun disusun oleh
ratu), Reusam Bak Lakseumana (Reusam dibuat oleh Laksamana).
Sedangkan
bagi masyarakat Indonesia pada umumnya, adat yang dimaksudkan selama ini
merupakan suatu "upacara adat" atau kebiasaan yang dipraktikkan turun
temurun dalam sebuah masyarakat, berbeda dengan adat Aceh. Meskipun demikian,
upacara adat sekarang secara umum sudah dapat dipahami oleh masyarakat Aceh dan
tidak terjadi kesalahpahaman. Dibalik itu, saat ini di tengah-tengah
perkembangan zaman nilai-nilai adat dalam masyarakat Aceh telah terjadi
pergeseran nilai-nilai adat, sehingga keharmonisan dan hubungan sosial kian
memudar. Terlebih lagi bagi masyarakat di perkotaan.
Upacara Aqiqah
|
Hingga
saat ini, dalam perkembangan kebudayaan Aceh adat-adat yang masih sangat kental
berlaku misalnya, upacara perkawinan, upacara kelahiran bayi, dan juga upacara peusijuk.
Tata cara upacara perkawinan masih dilakukan sesuai dengan adat istiadat
Aceh walaupun sekarang disesuaikan dengan kondisi perubahan zaman. Begitu juga
dengan upacara peusijuk, saat ini masih berlaku di Aceh, terutama pada
hari-hari tertentu. Kegiatan peusijuk ini masih kental berlaku di
desa-desa juga pada tokoh-tokoh atau pejabat. Walaupun tak sama seperti dulu,
sesuai dengan perkembangan zaman adat istiadat Aceh saat ini tetap menjadi
landasan bagi masyarakat Aceh. Dan menjadi kewajiban bagi masyarakat Acehlah
untuk melestarikannya.
Tradisi Makan dan Minum
Makanan pokok
masyarakat Aceh adalah nasi. Perbedaan yang cukup menyolok di dalam tradisi
makan dan minum masyarakat Aceh dengan masyarakat lain di Indonesia adalah pada
lauk-pauknya. Lauk-pauk yang biasa dimakan oleh masyarakat Aceh sangat spesifik
dan bercitra rasa seperti masakan India. Lauk-pauk utama masyarakat Aceh dapat
berupa ikan, daging (kambing/sapi). Di antara makanan khas Aceh adalah gulai
kambing (Kari Kambing), sie reboih, keumamah, eungkot paya (ikan Paya), mie
Aceh, dan Martabak. Selain itu, juga ada nasi gurih yang biasa dimakan pada
pagi hari. Sedangkan dalam tradisi minum pada masyarakat Aceh adalah kopi.
Oleh karena itu,
tidak mengherankan apabila pada pagi hari kita melihat warung-warung di Aceh
penuh sesak orang yang sedang menikmati makan pagi dengan nasi gurih,
ketan/pulut, ditemani secangkir kopi atau pada siang hari sambil bercengkrama
dengan teman sejawat makan nasi dengan kari kambing, dan sebagainya